afriyanto danan jaya
Translate
Sabtu, 12 Mei 2012
Label:afriyanto danan jaya
afriyanto danan jaya
Jumat, 11 Mei 2012
KITAB NIKAH
Dari Kitab Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam Oleh Ibnu Hajar Al ‘Ashqalani
Hadits ke-1
Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda,
barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin,
karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan.
Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat
mengendalikanmu.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-2
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda: “Tetapi aku
sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa
membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-3
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang
kami membujang. Beliau bersabda: “Nikahilah perempuan yang subur dan
penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di
hadapan para Nabi pada hari kiamat.” Riwayat Ahmad. Hadits shahih
menurut Ibnu Hibban.
Hadits ke-4
Hadits itu mempunyai saksi menurut riwayat Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Hibban dari hadits Ma’qil Ibnu Yasar.
Hadits ke-5
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu:
harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat
beragama, engkau akan berbahagia.” Muttafaq Alaihi dan Imam Lima.
Hadits ke-6
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bila mendoakan seseorang yang nikah, beliau bersabda: “Semoga
Allah memberkahimu dan menetapkan berkah atasmu, serta mengumpulkan
engkau berdua dalam kebaikan.” Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits
shahih menurut Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.
Hadits ke-7
Abdullah Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
mengajari kami khutbah pada suatu hajat: (artinya = Sesungguhnya segala
puji bagi Allah, kami memuji-Nya, kami meminta pertolongan dan ampunan
kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami.
Barangsiapa mendapat hidayah Allah tak ada orang yang dapat
menyesatkannya. Barangsiapa disesatkan Allah, tak ada yang kuasa
memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku
bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya) dan membaca tiga
ayat. Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan
Hakim.
Hadits ke-8
Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Apabila salah seorang di antara kamu melamar perempuan, jika ia bisa
memandang bagian tubuhnya yang menarik untuk dinikahi, hendaknya ia
lakukan.” Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan perawi-perawi yang dapat
dipercaya. Hadits shahih menurut Hakim.
Hadits ke-9
Hadits itu mempunyai saksi dari hadits riwayat Tirmidzi dan Nasa’i dari al-Mughirah.
Hadits ke-10
Begitu pula riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari hadits Muhammad Ibnu Maslamah.
Hadits ke-11
Menurut riwayat Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam pernah bertanya kepada seseorang yang akan menikahi seorang
wanita: “Apakah engkau telah melihatnya?” Ia menjawab: Belum. Beliau
bersabda: “Pergi dan lihatlah dia.”
Hadits ke-12
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu melamar
seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama
meninggalkan atau mengizinkannya.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut
Bukhari.
Hadits ke-13
Sahal Ibnu Sa’ad al-Sa’idy Radliyallaahu ‘anhu berkata: Ada seorang
wanita menemui Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan berkata:
Wahai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, aku datang untuk
menghibahkan diriku pada baginda. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam memandangnya dengan penuh perhatian, kemudian beliau
menganggukkan kepalanya. Ketika perempuan itu mengerti bahwa beliau
tidak menghendakinya sama sekali, ia duduk. Berdirilah seorang shahabat
dan berkata: “Wahai Rasulullah, jika baginda tidak menginginkannya,
nikahkanlah aku dengannya. Beliau bersabda: “Apakah engkau mempunyai
sesuatu?” Dia menjawab: Demi Allah tidak, wahai Rasulullah. Beliau
bersabda: “Pergilah ke keluargamu, lalu lihatlah, apakah engkau
mempunyai sesuatu.” Ia pergi, kemudian kembali dam berkata: Demi Allah,
tidak, aku tidak mempunyai sesuatu. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Carilah, walaupun hanya sebuah cincin dari besi.” Ia
pergi, kemudian kembali lagi dan berkata: Demi Allah tidak ada, wahai
Rasulullah, walaupun hanya sebuah cincin dari besi, tetapi ini kainku
-Sahal berkata: Ia mempunyai selendang -yang setengah untuknya
(perempuan itu). Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Apa yang engkau akan lakukan dengan kainmu? Jika engkau memakainya, Ia
tidak kebagian apa-apa dari kain itu dan jika ia memakainya, engkau
tidak kebagian apa-apa.” Lalu orang itu duduk. Setelah duduk lama, ia
berdiri. Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melihatnya
berpaling, beliau memerintah untuk memanggilnya. Setelah ia datang,
beliau bertanya: “Apakah engkau mempunyai hafalan Qur’an?” Ia menjawab:
Aku hafal surat ini dan itu. Beliau bertanya: “Apakah engkau
menghafalnya di luar kepala?” Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda:
“Pergilah, aku telah berikan wanita itu padamu dengan hafalan Qur’an
yang engkau miliki.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim. Dalam
suatu riwayat: Beliau bersabda padanya: “berangkatlah, aku telah
nikahkan ia denganmu dan ajarilah ia al-Qur’an.” Menurut riwayat
Bukhari: “Aku serahkan ia kepadamu dengan (maskawin) al-Qur’an yang
telah engkau hafal.”
Hadits ke-14
Menurut riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu beliau
bersabda: “Surat apa yang engkau hafal?”. Ia menjawab: Surat al-Baqarah
dan sesudahnya. Beliau bersabda: “Berdirilah dan ajarkanlah ia dua puluh
ayat.”
Hadits ke-15
Dari Amir Ibnu Abdullah Ibnu al-Zubair, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu
bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sebarkanlah
berita pernikahan.” Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Hakim.
Hadits ke-16
Dari Abu Burdah Ibnu Abu Musa, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak sah nikah
kecuali dengan wali.” Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih
menurut Ibnu al-Madiny, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban. Sebagian menilainya
hadits mursal.
Hadits ke-17
Imam Ahmad meriwayatkan hadits marfu’ dari Hasan, dari Imran Ibnu
al-Hushoin: “Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang
saksi.”
Hadits ke-18
Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda: “Perempuan yang nikah tanpa izin walinya, maka
nikahnya batil. Jika sang laki-laki telah mencampurinya, maka ia wajib
membayar maskawin untuk kehormatan yang telah dihalalkan darinya, dan
jika mereka bertengkar maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang
tidak mempunyai wali.” Dikeluarkan oleh Imam Empat kecuali Nasa’i.
Hadits shahih menurut Ibnu Uwanah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Hadits ke-19
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Seorang janda tidak boleh dinikahkan
kecuali setelah diajak berembuk dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan
kecuali setelah diminta izinnya.” Mereka bertanya: Wahai Rasulullah,
bagaimana izinnya? Beliau bersabda: “Ia diam.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-20
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Seorang janda lebih berhak menentukan (pilihan) dirinya daripada
walinya dan seorang gadis diajak berembuk, dan tanda izinnya adalah
diamnya.” Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i. Hadits shahih menurut Ibnu
Hibban
Hadits ke-21
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Perempuan tidak boleh menikahkan perempuan
lainnya, dan tidak boleh pula menikahkan dirinya.” Riwayat Ibnu Majah
dan Daruquthni dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya.
Hadits ke-22
Nafi’ dari Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam melarang perkawinan syighar. Syighar ialah seseorang
menikahkan puterinya kepada orang lain dengan syarat orang itu
menikahkan puterinya kepadanya, dan keduanya tidak menggunakan maskawin.
Muttafaq Alaihi. Bukhari-Muslim dari jalan lain bersepakat bahwa
penafsiran “Syighar” di atas adalah dari ucapan Nafi’.
Hadits ke-23
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seorang gadis menemui Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam lalu bercerita bahwa ayahnya
menikahkannya dengan orang yang tidak ia sukai. Maka Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memberi hak kepadanya untuk memilih.
Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Ada yang menilainya hadits
mursal.
Hadits ke-24
Dari Hasan, dari Madlmarah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Seorang perempuan yang dinikahkan oleh dua
orang wali, ia milik wali pertama.” Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits
hasan menurut Tirmidzi.
Hadits ke-25
Dari Jabir Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Seorang budak yang menikah tanpa izin dari tuannya
atau keluarganya, maka ia dianggap berzina.” Riwayat Ahmad, Abu Dawud,
dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban.
Hadits ke-26
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak boleh dimadu antara seorang perempuan
dengan saudara perempuan ayahnya dan antara seorang perempuan dengan
saudara perempuan ibunya.” Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-27
Dari Utsman Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Orang yang sedang berihram tidak boleh menikah dan
menikahkan.” Riwayat Muslim. Dalam riwayatnya yang lain: “Dan tidak
boleh melamar.” Ibnu Hibban menambahkan: “Dan dilamar.”
Hadits ke-28
Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam menikahi Maimunah ketika beliau sedang ihram. Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-29
Menurut riwayat Muslim dari Maimunah sendiri: Bahwa Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam menikahinya ketika beliau telah lepas dari ihram.
Hadits ke-30
Dari Uqbah Ibnu Amir bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Sesungguhnya syarat yang paling patut dipenuhi ialah syarat
yang menghalalkan kemaluan untukmu.” Muttafaq Alaihi
Hadits ke-31
Salamah Ibnu Al-Akwa’ berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
pernah memberi kelonggaran untuk nikah mut’ah selama tiga hari pada
tahun Authas (tahun penaklukan kota Mekkah), kemudian bleiau
melarangnya. Riwayat Muslim.
Hadits ke-32
Ali Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam melarang nikah mut’ah pada waktu perang khaibar. Muttafaq Alaihi.
Hadits ke-33
Dari Ali Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam melarang menikahi perempuan dengan mut’ah dan memakan keledai
ngeri pada waktu perang khaibar. Riwayat Imam Tujuh kecuali Abu Dawud.
Hadits ke-34
Dari Rabi’ Ibnu Saburah, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Aku dahulu telah
mengizinkan kalian menikahi perempuan dengan mut’ah dan sesungguhnya
Allah telah mengharamkan cara itu hingga hari kiamat. maka barangsiapa
yang masih mempunyai istri dari hasil nikah mut’ah, hendaknya ia
membebaskannya dan jangan mengambil apapun yang telah kamu berikan
padanya.” Riwayat Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu
Hibban.
Hadits ke-35
Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melaknat
muhallil (laki-laki yang menikahi seorang perempuan dengan tujuan agar
perempuan itu dibolehkan menikah kembali dengan suaminya) dan muhallal
lah (laki-laki yang menyuruh muhallil untuk menikahi bekas istrinya agar
istri tersebut dibolehkan untuk dinikahinya lagi).” Riwayat Ahmad,
Nasa’i, Dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi.
Hadits ke-36
Dalam masalah ini ada hadits dari Ali yang diriwayatkan oleh Imam Empat kecuali Nasa’i.
Hadits ke-37
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Orang berzina yang telah dicambuk tidak boleh menikahi
kecuali dengan wanita yang seperti dia.” Riwayat Ahmad dan Abu Dawud
dengan para perawi yang dapat dipercaya.
Hadits ke-38
‘Aisyah .ra berkata: ada seseorang mentalak istrinya tiga kali, lalu
wanita itu dinikahi seorang laki-laki. Lelaki itu kemudian
menceraikannya sebelum menggaulinya. Ternyata suaminya yang pertama
ingin menikahinya kembali. Maka masalah tersebut ditanyakan kepada
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda: “Tidak
boleh, sampai suami yang terakhir merasakan manisnya perempuan itu
sebagaimana yang dirasakan oleh suami pertama.” Muttafaq Alaihi dan
lafadznya menurut Muslim.
Hadits ke-39
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Bangsa Arab itu sama derajatnya satu sama lain dan kaum mawali (bekas
hamba yang telah dimerdekakan) sama derajatnya satu sama lain, kecuali
tukang tenung dan tukang bekam.” Riwayat Hakim dan dalam sanadnya ada
kelemahan karena ada seorang perawi yang tidak diketahui namanya. Hadits
munkar menurut Abu Hatim.
Hadits ke-40
Hadits tersebut mempunyai hadits saksi dari riwayat al-Bazzar dari Mu’adz Ibnu Jabal dengan sanad terputus.
Hadits ke-41
Dari Fatimah Bintu Qais Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Nikahilah Usamah.” Riwayat
Muslim.
Hadits ke-42
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Hai Banu Bayadlah, nikahilah Abu Hind, kawinlah
dengannya.” Dan ia adalah tukang bekam. Riwayat Abu Dawud dan Hakim
dengan sanad yang baik.
Hadits ke-43
‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Barirah disuruh memilih untuk
melanjutkan kekeluargaan dengan suaminya atau tidak ketika ia merdeka.
Muttafaq Alaihi -dalam hadits yang panjang. Menurut riwayat Muslim
tentang hadits Barirah: bahwa suaminya adalah seorang budak. Menurut
riwayat lain: Suaminya orang merdeka. Namun yang pertama lebih kuat.
Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu riwayat Bukhari membenarkan bahwa ia
adalah seorang budak.
Hadits ke-44
Al-Dhahhak Ibnu Fairuz al-Dailamy, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu
berkata: Aku berkata: wahai Rasulullah, aku telah masuk Islam sedang aku
mempunyai dua istri kakak beradik. Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa Sallam bersabda: “Ceraikanlah salah seorang yang kau kehendaki.”
Riwayat Ahmad dan Imam Empat kecuali Nasa’i. Hadits shahih menurut Ibnu
Hibban, Daruquthni, dan Baihaqi. ma’lul menurut Bukhari.
Hadits ke-45
Dari Salim, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa Ghalian Ibnu Salamah
masuk Islam dan ia memiliki sepuluh orang istri yang juga masuk Islam
bersamanya. Lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk
memilih empat orang istri di antara mereka. Riwayat Ahmad dan Tirmidzi.
Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim, dan ma’lul menurut Bukhari,
Abu Zur’ah dan Abu Hatim.
Hadits ke-46
Ibnu Abbas berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah
mengembalikan puteri (angkat) beliau Zainab kepada Abu al-Ash Ibnu Rabi’
setelah enam tahun dengan akad nikah pertama, dan beliau tidak
menikahkan lagi. Riwayat Ahmad dan Imam Empat kecuali Nasa’i. Hadits
shahih menurut Ahmad dan Hakim.
Hadits ke-47
Dari Amar Ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu ‘anhu
bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mengembalikan puteri beliau
Zainab kepada Abu al-Ash dengan akad nikah baru. Tirmidzi berkata:
Hadits Ibnu Abbas sanadnya lebih baik, namun yang diamalkan adalah
hadits Amar Ibnu Syu’aib.
Hadits ke-48
Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu berkata: Ada seorang wanita masuk Islam,
lalu kawin. Kemudian suaminya datang dan berkata: Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku telah masuk Islam dan ia tahu keislamanku. Maka
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mencabutnya dari suaminya yang
kedua dan mengembalikan kepada suami yang pertama. Riwayat Ahmad, Abu
Dawud, dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.
Hadits ke-49
Zaid Ibnu Ka’ab dari Ujrah, dari ayahnya berkata: Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam kawin dengan Aliyah dari Banu Ghifar.
Setelah ia masuk ke dalam kamar beliau dan menanggalkan pakaiannya,
beliau melihat belang putih di pinggulnya. Lalu Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Pakailah pakaianmu dan pulanglah ke
keluargamu.” Beliau memerintahkan agar ia diberi maskawin. Riwayat Hakim
dan dalam sanadnya ada seorang perawi yang tidak dikenal, yaitu Jamil
Ibnu Zaid. Hadits ini masih sangat dipertentangkan. Dari Said Ibnu
al-Musayyab bahwa Umar Ibnu al-Khaththab Radliyallaahu ‘anhu berkata:
Laki-laki manapun yang menikah dengan perempuan dan setelah menggaulinya
ia mendapatkan perempuan itu berkudis, gila, atau berpenyakit kusta,
maka ia harus membayar maskawin karena telah menyentuhnya dan ia berhak
mendapat gantinya dari orang yang menipunya. Riwayat Said Ibnu Manshur,
Malik, dan Ibnu Abu Syaibah dengan perawi yang dapat dipercaya. Said
juga meriwayatkan hadits serupa dari Ali dengan tambahan: Dan
kemaluannya bertanduk, maka suaminya boleh menentukan pilihan, jika ia
telah menyentuhnya maka ia wajib membayar maskawin kepadanya untuk
menghalalkan kehormatannya. Dari jalan Said Ibnu al-Musayyab juga, ia
berkata: Umar Radliyallaahu ‘anhu menetapkan bahwa orang yang mati
kemaluannya (impoten) hendaknya ditunda (tidak dicerai) hingga setahun.
Perawi-perawinya dapat dipercaya.
Hadits ke-50
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Terlaknatlah orang yang menggauli istrinya
di duburnya.” Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i, dan lafadznya menurut
Nasa’i. Para perawinya dapat dipercaya namun ia dinilai mursal.
Hadits ke-51
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Allah tidak akan melihat laki-laki yang
menyetubuhi seorang laki-laki atau perempuan lewat duburnya.” Riwayat
Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Hibban, namun ia dinilai mauquf.
Hadits ke-52
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir,
janganlah ia menyakiti tetangganya, dan hendaklah engkau sekalian
melaksanakan wasiatku untuk berbuat baik kepada para wanita. Sebab
mereka itu diciptakan dari tulang rusuk dan tulang rusuk yang paling
bengkok ialah yang paling atas. Jika engkau meluruskannya berarti engkau
mematahkannya dan jika engkua membiarkannya, ia tetap akan bengkok.
Maka hendaklah kalian melaksanakan wasiatku untuk berbuat baik kepada
wanita.” Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari. Menurut riwayat
Muslim: “Jika engkau menikmatinya, engkau dapat kenikmatan dengannya
yang bengkok, dan jika engkau meluruskannya berarti engkau
mematahkannya, dan mematahkannya adalah memcerainya.”
Hadits ke-53
Jabir berkata: Kami pernah bersama Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam
dalam suatu peperangan. Ketika kami kembali ke Madinah, kami segera
untuk masuk (ke rumah guna menemui keluarga). Maka beliau bersabda:
“Bersabarlah sampai engkau memasuki pada waktu malam -yakni waktu isya’-
agar wanita-wanita yang kusut dapat bersisir dan wanita-wanita yang
ditinggal lama dapat berhias diri.” Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat
Bukhari: “Apabila salah seorang di antara kamu lama menghilang,
janganlah ia mengetuk keluarganya pada waktu malam.”
Hadits ke-54
Dari Abu Said al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Orang yang paling jelek
derajatnya di sisi Allah pada hari kiamat ialah orang yang bersetubuh
dengan istrinya, kemudian ia membuka rahasianya.” Riwayat Muslim.
Hadits ke-55
Hakim Ibnu Muawiyah, dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku
berkata: Wahai Rasulullah, apakah kewajiban seseorang dari kami terhadap
istrinya? Beliau menjawab: “Engkau memberinya makan jika engkau makan,
engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, jangan memukul wajah,
jangan menjelek-jelekkan, dan jangan menemani tidur kecuali di dalam
rumah.” Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah. Sebagian
hadits itu diriwayatkan Bukhari secara mu’allaq dan dinilai shahih oleh
Ibnu Hibban dan Hakim.
Hadits ke-56
Jabir Ibnu Abdullah berkata: Orang Yahudi beranggapan bahwa seorang
laki-laki menyetubuhi istrinya dari duburnya sebagai kemaluannya, maka
anaknya akan bermata juling. Lalu turunlah ayat (artinya = istrimu
adalah ladang milikmu, maka datangilah ladangmu dari mana engkau suka).
Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.
Hadits ke-57
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Seandainya salah seorang di antara kamu
ingin menggauli istrinya lalu membaca doa: (artinya = Dengan nama Allah,
Ya Allah jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari apa yang
engkau anugerahkan pada kami), mak jika ditakdirkan dari pertemuan
keduanya itu menghasilkan anak, setan tidak akan mengganggunya
selamanya.” Muttafaq Alaihi.
Rabu, 09 Mei 2012
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلى الله
عليه وسلم فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : إِنَّ
اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ : فَمَنْ
هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا عِنْدَهُ حَسَنَةً
كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ
عَشْرَةَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ
كَثِيْرَةٍ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ
عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا
اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً “
[رواه البخاري ومسلم في صحيحهما بهذه الحروف]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari
Ibnu Abbas radhiallahuanhuma, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam sebagaimana dia riwayatkan dari Rabbnya Yang Maha Suci dan Maha
Tinggi : Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan,
kemudian menjelaskan hal tersebut : Siapa yang ingin melaksanakan
kebaikan kemudian dia tidak mengamalkannya, maka dicatat disisi-Nya
sebagai satu kebaikan penuh. Dan jika dia berniat melakukannya dan
kemudian melaksanakannya maka Allah akan mencatatnya sebagai sepuluh
kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat bahkan hingga kelipatan yang
banyak. Dan jika dia berniat melaksanakan keburukan kemudian dia tidak
melaksanakannya maka baginya satu kebaikan penuh, sedangkan jika dia
berniat kemudian dia melaksanakannya Allah mencatatnya sebagai satu
keburukan.
(Riwayat Bukhori dan Muslim dalam kedua shahihnya dengan redaksi ini).
Pelajaran.
1.
Kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya yang beriman sangat luas dan
ampunannya menyeluruh sedang pemberian-Nya tidak terbatas.
2. Sesungguhnya apa yang tidak kuasa oleh manusia, dia tidak diperhitungkan dan dipaksa menunaikannya.
3.
Allah tidak menghitung keinginan hati dan kehendak perbuatan manusia
kecuali jika kemudian dibuktikan dengan amal perbuatan dan praktik.
4.
Seorang muslim hendaklah meniatkan perbuatan baik selalu dan
membuktikannya, diharapkan dengan begitu akan ditulis pahalanya dan
ganjarannya dan dirinya telah siap untuk melaksanakannya jika sebabnya
telah tersedia.
5. Semakin besar tingkat keikhlasan semakin berlipat-lipat pahala dan ganjaran.
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى
الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا
فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ
أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي
يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا
أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي
يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي
يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي
لأُعِيْذَنَّهُ
[رواه البخاري]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari
Abu Hurairah radhiallahuanhu berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda : Sesungguhya Allah ta’ala berfirman : Siapa yang
memusuhi waliku maka Aku telah mengumumkan perang dengannya. Tidak ada
taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih aku cintai kecuali
dengan beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan
hambaku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil
(perkara-perkara sunnah di luar
yang fardhu) maka Aku akan mencintainya dan jika Aku telah mencintainya
maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar,
penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang
digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan.
Jika dia meminta kepadaku niscaya akan aku berikan dan jika dia minta
perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi “ Riwayat Bukhori.
Pelajaran yang dapat diambil dari hadits/الفوائد من الحديث:
1. Besarnya kedudukan seorang wali, karena dirinya diarahkan dan dibela oleh Allah ta’ala.
2. Perbuatan-Perbuatan fardhu merupakan perbuatan-perbuatan yang dicintai Allah ta’ala .
3.
Siapa yang kontinyu melaksanakan sunnah dan menghindar dari perbuatan
maksiat maka dia akan meraih kecintaan Allah ta’ala.
4. Jika Allah ta’ala telah mencintai seseorang maka dia akan mengabulkan doanya.
عَنِ
ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله
عليه وسلم قَالَ : إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِيْ عَنْ أُمَّتِي : الْخَطَأُ
وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
[حديث حسن رواه ابن ماجة والبيهقي وغيرهما]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari
Ibnu Abbas radiallahuanhuma : Sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Allah ta’ala
memafkan umatku karena aku (disebabkan beberapa hal) : Kesalahan, lupa
dan segala sesuatu yang dipaksa“
(Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi dan lainnya)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث:
1. Allah ta’ala mengutamakan umat ini dengan menghilangkan berbagai kesulitan dan memaafkan dosa kesalahan dan lupa.
2.
Sesungguhnya Allah ta’ala tidak menghukum seseorang kecuali jika dia
sengaja berbuat maksiat dan hatinya telah berniat untuk melakukan
penyimpangan dan meninggalkan kewajiban dengan sukarela .
3. Manfaat adanya kewajiban adalah untuk mengetahui siapa yang ta’at dan siapa yang membangkang.
4.
Ada beberapa perkara yang tidak begitu saja dimaafkan. Misalnya
seseorang melihat najis di bajunya akan tetapi dia mengabaikan untuk
menghilangkannya segera, kemudian dia shalat dengannya karena lupa, maka
wajib baginya mengqhada shalat tersebut. Contoh seperti itu banyak
terdapat dalam kitab-kitab fiqh.
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
عَنْ
ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله
عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ
أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ . وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا
أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ
لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ .
[رواه البخاري]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari
Ibnu Umar radhiallahuanhuma berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam memegang pundak kedua pundak saya seraya bersabda : Jadilah
engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “, Ibnu Umar
berkata : Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan
jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah
kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk
kematianmu “
(Riwayat Bukhori)
Langganan:
Postingan (Atom)